Sabtu, 06 Februari 2016

Terjerumus dalam Keharusan

08.51 Posted by Unknown No comments
Terjerumus dalam Keharusan
(Sedikit Tulisan Buat Sang Pena Baru)
5 Februari 2012
Bismillahirrohmanirrohim…
“Ketahuilah para pembaca sekalian, bahwa aku dan Allah sangat mencintaimu !
Semoga cinta-ku dan cinta-Nya kau teruskan pada generasi berikutnya !”


Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu !!
Manusia hanya dengan tubuh (jasad) belum dapat dikatakan bahwa ia hidup. Sejatinya hidup adalah terdapatnya ruh1) dalam jasad2) yang membuat jasad menjadi hidup kemudian dua unsur tersebut berpadu melakukan sesuatu yang bernilai. Begitulah kiranya inti sari paham antropologis yang saya dapat di kelas X (kelas satu SMA) tahun 2005 yang sekitar tujuah tahun telah berlalu, (Insya Allah betul, klo salah koreksi akank sup ! J).
Minggu 17 Desember 2011 saya berinisiatif untuk mencoba masuk (mengikuti recruitment) dan mengikuti training di salah satu organisasi penulisan di kampus tempat saya menuntut ilmu. Harapan saya saat itu sangat sederhana, ingin menambah pengetahuan dalam hal “coret-coret” atau mungkin bahasa keren-nya sistematika penulisan sastra. “Menjerumuskan” diri dalam organisasi ini adalah sebuah peluang emas yang tidak boleh disia-siakan pikirku saat itu, tapi hanya sekedar “coba-coba”. Tujuan organisasi ini pun sangat visioner, membina/mengekspresikan minat mahasiswa yang menyukai aktivitas membaca dan menulis. Saya kira hal itu cukup matching dengan keadaan saya yang gemar menulis namun sangat terbatas dalam hal bakat.
Hari demi hari setelah training saya ikuti harapan besar masih selalu menggejolak dalam benak dan pikiran. Meski dengan usia akademik yang lumayan cukup namun bagi saya tiada kata terlambat dalam belajar, lagian saya sampai sekarang masih menganut paham long life education atau dalam bahasa kita konsep belajar sepanjang hayat. Artinya, tiada batas untuk belajar dalam hidup saya secara pribadi. Kekasihku pun mengajarkan itu, Nur bagi alam semesta.
Beberapa kali melakukan kajian, atau lebih tepatnya “pertemuan dan bincang-bincang” dengan pengurus (“pendamping” istilah di organisasi itu) yang di dalamnya membahas mengenai bagaimana cara menulis yang baik. Meski menurut saya kurang constructive namun tetap saja saya adalah orang yang menghargai sistem senioritas yang harus aturan main, karena yang benar tidak selalu dari pikiran subjektif. Meski memberi manfaat namun saya sangat gelisah dengan metode yang digunakan dalam setiap pertemuan, tidak sistematis dan kurang procedural formal menurut saya (sok tau ekh, pantoanisme..!J). Meski menyadari hal itu namun sebagai anggota baru saya tidak terlalu ingin ikut campur dalam hal teknis seperti itu, lagian tujuan saya ikut organisasi ini hanya sekedar menambah wawasan, “coba-coba” istilahku; pusing amat !
Hingga pada suatu hari di akhir pertemuan dengan pengurus, ternyata pengurus memiliki misi untuk lebih melebarkan sayap organisasi dan hal itu disampaikan kepada kami anggota baru. Salah satu caranya adalah memperlihatkan eksistensi organisasi kepada segenap stakeholder termasuk kepada pimpinan lembaga kampus.
Tidak tahu kenapa saya merasa bertanggung jawab dengan misi itu dengan mencampakkan pikiran sebelumnya (apathies terhadap urusan organisasi). Meski secara diam-diam, saya menggelisahkan diri memikirkan masalah ini. Hasil dari kegelisahan itu cukup memuaskan dengan melahirkan sedikit pemikiran yang mungkin akan menuai sedikit kontroversi dan tantangan karena ada perubahan konsep dan paradigma yang coba saya tawarkan.
Pada awal tulisan ini saya mengatakan bahwa manusia tidak hidup hanya dengan modal jasad tanpa ruh, begitupun sebaliknya ruh tanpa jasad hanya akan menciptakan keresahan (rupa gentayangan dank !) yang sedikit-banyaknya akan melahirkan ketidak-puasan. Tidak jauh berbeda dengan  kehidupan manusia, organisasi juga harus memiliki kedua unsur tersebut untuk hidup1), tumbuh2) dan berkembang3). Hidup dengan aktivitas dan program-program organisasi yang jelas, tumbuh bersama kader/anggota menyelami waktu yang berarus (masalah) yang tentunya dengan level yang dinamis, dan berkembang secara kualitatif dan kuantitaif, termasuk dalam kemampuan kader menciptakan karya yang sesuai dengan disiplin/divisi masing-masing dan bertambahnya jumlah kader tiap periodenya.
Begitulah secara umum organisasi ini akan menjadi besar bersama komitmen dan konsistensi para pengurus dan anggotanya yang berkemauan besar. Namun selain pandangan umum seperti yang saya uraikan di atas, saya akan sedikit menawarkan pemikiran teknis  yang saya rasa perlu dipahami bersama.
Organisasi terbentuk dari dua kekuatan besar yang harus saling mendukung hingga tujuan organisasi dapat dicapai secara bersama-sama dan tentunya dengan kerja sama pula. Dua kekuatan itu adalah 1)struktur  sebagai kendali dan kontrol organisasi; dan 2)kultur sebagai motor dan pelaksana program organisasi.
Struktur sebagai pemimpin dan manajer organisasi harus mampu menyusun dan mengagendakan serangkaian program kerja yang akan memberikan output sebagai kinerja organisasi di mana output itu dapat dijadikan sebagai salah satu barometric eksistensi organisasi.
Selain struktur, hal lain yang juga harus mendapat perhatian adalah bagaimana paradigma organisasi yang menyatukan perspektif anggota/kader organisasi. Paradigma ini penting guna menggambarkan ideologi dan tujuan dari organisasi yang sedang dijalankan sehingga pengurus juga dengan mudah menyusun program kerja yang berdasarkan paradigma, ideologi dan tujuan umum organisasi. Dengan adanya paradigma yang jelas, tentunya pengurus tidak akan melakukan kesalahan berulang, misalnya adanya program kerja yang tidak sesuai dengan tujuan dan paradigma organisasi.
Banyak yang berpendapat bahwa untuk lebih melebarkan sayap organisasi salah satu langkah adalah dengan memperlihatkan eksistensi organisasi kepada stakeholder yang ada ada di lingkungan organisasi sehingga “kekaguman” akan muncul dari berbagai pihak termasuk lembaga kampus. Hal itu tidaklah salah karena salah satu barometer dari aktif-tidaknya suatu organisasi dapat dilihat dari sejauh mana tingkat eksistensi dan daya simpatik dari stakeholder-nya. Namun apabila kita menggunakan paradigma (baca: pemahaman) itu maka yang akan timbul menurut saya adalah sifat riya’ dalam organisasi yang akan menciptakan rasa “letih” pengurus dan anggotanya karena harus melakukan hal-hal yang belum tentu sesuai dengan kemampuan (baca: ikhlas) mereka. Tentu saja dengan adanya pemahaman seperti itu bukan hanya motivasi ekstern yang timbul namun sikap bekerja karena penilaian dari pihak lain juga akan tumbuh bersama motivasi itu, dan yang lebih parah jika motivasi itu timbul berlandaskan sifat riya’ tadi. Penulis berpikir bahwa tanpa “mati-matian” berusaha memperlihatkan eksistensi pun organisasi ini akan tetap dikenal jika pengurus dan anggotanya berusaha dengan segenap daya dan kemampuan untuk bekerja membangun organisasi (tentunya tanpa riya’) dengan berlandaskan paradigma, ideologi dan tujuan umum organisasi. Esensi sebagai ruh organisasi akan terpancar melalui kinerja pengurus dan anggotanya dalam hal ini adalah hasil karya mereka dan pancaran inilah yang penulis sebut dengan eksistensi. Esensi organisasi akan memperlihatkan bentuk organisasi sebagaimana adanya, tanpa keletihan pengurus yang berusaha melakukan sesuatu yang semoga saja tidak premature.
Esensi organisasi dapat dimulai dengan memperbaiki administrasi dan legalitas formal dari organisasi sehingga dalam perjalanannya, organisasi tidak menemui jalan buntu. Salah satu komponen yang memerlukan pembenahan adalah sistematika pemberian materi atau follow up.
Follow up sebagai langkah kedua setelah diadakannya recruitment harus benar-benar terarah dan terukur sehingga kemampuan kader dalam penulisan dapat dipertanggung jawabkan dan diandalkan. Follow up dikatakan tertarah dan terukur ketika kegiatan tersebut dapat memberikan pengetahuan secara teknis dan kemampuan secara kritis kepada anggota yang mengikutinya. Untuk dapat mencapai sasaran dari fololow up tersebut maka pengurus yang berada dalam bidang yang mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kurikulum harus mampu menciptakan formula yang mengatur secara umum dan secara detail sehingga pengurus yang bertugas melakukan pendampingan tidak akan menemui kesulitan dalam pemberian materi karena tidak adanya suatu regulasi organisasi yang menentukan apa yang harus dibahas pada pertemuan pertama, kedua dan seterusnya
Eksistensi (yang penulis analogikan sebagai pancaran cahaya) tidak akan terbentuk manakala sumber (esensi) dari pancaran tersebut tidak terbentuk dengan baik. Oleh karenanya, sebelum berpikir untuk memberikan sesuatu (berupa eksistensi) kepada stakeholder ada baiknya segenap pengurus dan anggota berusaha membenahi hal-hal yang sifatnya intern, salah satunya adalah pembenahan kurikulum.
Hal yang perlu dipikirkan berikutnya adalah modal/dana. Meskipun bukan merupakan elemen pokok namun basik ekonomi organisasi dibutuhkan untuk mendanai seluruh aktivitas dan kegiatan organisasi dalam rangkai menjalankan program kerja tahunan baik yang bertujuan untuk menambah kualitas anggota ataupun sebagai pertanggungjawaban kepada stakeholder yang menikmati hasil karya organisasi.
Melihat pentingnya elemen ini maka penulis memandang sangat perlu untuk menyusun teknis pengadaannya, dapat melalui iuran bulanan anggota atau dapat pula mengadakan kerja sama dengan stakeholder atau instansi lain yang tidak mengikat atau dengan kata lain sifat non-partisan organnisasi yang tidak berpihak pada golongan tertentu harus tetap dipertahankan mengingat sifat kritis harus tetap menjiwai organisasi dan para kadernya.
Memang sangat terlihat rumit dan sulit serta butuh kerja keras melihat semua yang penulis paparkan namun percaya atau tidak hal itu hanya sedikit dari apa yang seharusnya kita benahi. Penulis masih memiliki pengetahuan yang terbatas sehingga hanya sekedar itu yang mampu penulis tawarkan, namu jika segenap pengurus dan anggota telah bekerja dan mencoba membenahi maka akan sangat terlihat betapa “hijau” organisasi ini yang masih sangat membutuhkan siraman perbaikan dan kegelisahan dari pengurus dan anggotanya sebagai motor dan elemen utama yang dimilikinya.
Karena sangat terbatasnya tawaran yang penulis berikan maka sangat pasti akan sangat banyak tawaran yang akan diberikan oleh pengurus dan teman-teman anggota yang lain.
Masalah bagi penulis bagaikan gulungan ombak yang akan saling mengikuti dan tak akan ada henti-hentinya hingga akhir kehidupan. Dan gulungan ombak inilah yang akan memberikan kita pelajaran dan ujian dalam hidup. Bukan untuk dihindari, ditakuti tapi untuk dihadapi dan dilalui karena setelahnya “kita setahap akan menjadi lebih dewasa”.
Akhirul kalam, mari bersama kita berdoa semoga Allah tetap senantiasa menghantam kita dengan “gelombang” yang semakin kuat. Hingga diri dan organisasi ini akan semakin dewasa, Karena itulah alasan kita ada (baca: hidup).
Wallahul ‘Alam Bissawab,
Wallahul Muafieqh Illa Aqwamieth Tarieqh
Wassalamu Alaikum Wr. Wb­_!

Salam Sahabat Pena !

Supartomo Syarief

0 komentar:

Posting Komentar