Sabtu, 06 Februari 2016

SURAT UNTUK GENERASIKU

08.57 Posted by Unknown No comments
SURAT UNTUK GENERASIKU
(Sebuah Pesan Kepemimpinan)
Kesatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia
Parigi Moutong Di Gorontalo
02 Februari 2013

Bismillahirrohmanirrohim…
“Ketahuilah para pembaca sekalian,
bahwa aku dan Allah sangat mencintaimu !
Semoga cinta-ku dan cinta-Nya
kamu teruskan pada generasi berikutnya !”


Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu !!
Kepada Allah, Sang Pemegang Kekuasaan Tertinggi di seluruh lini kehidupan, saya berlindung dari keburukan kepemimpinan dan memohon petunjuk untuk memimpin diri dan semua yang memberikan kepercayaan pada kepakan sayap dan langkah gontai pemimpin kecil ini.
Salam dan sapa yang begitu manis buat saudara-saudari, sahabat-sahabiyah yang menjadi sumber inspirasi dalam setiap awal dan akhir goresan pena kecil ini, semoga Allah—Tuhanku dan Tuhanmu senantiasa memberikan perlindungan dan petunjuk yang menghidupkan gairah memimpin, membangkitkan semangat bertindak dan menguatkan kepatuhan dalam kepemimpinan yang penuh keharmonisan dan amanah.
Sejak tahun 2008  ‘rumah’ kita dibangun, dengan beribu pengorbanan akhirnya sampailah kita di tahun keempat yang artinya telah empat orang berbeda yang berdiri di puncak kepemimpinan dengan watak dan gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Tulisan kali ini tidak untuk menilai benar-salah atau baik-buruknya kepemimpinan tiap-tiap zaman, hanya lebih pada memberikan ‘pesan sederhana buat generasi sesudahku’.
Generasiku yang begitu saya banggakan, yang semoga mendapat bimbingan dari Tuhan untuk berani memimpin. Setelah kamu ‘menjadi’ pemimpin di lini dan tingkat mana pun maka pastikanlah bahwa dirimu telah mengalami progress dalam segala hal termasuk intelektual, emosional, maupun spiritual1). Karena bila posisi itu tidak memberimu efek dan stimulus untuk bergerak maju dan belajar banyak maka itulah salah satu tanda kegagalanmu dalam meningkatkan semangat pengikutmu untuk maju dan meningkatkan mutu. Secara sadar atau tidak mereka lebih memperhatikan what do you do dan jarang sekali bahkan tidak pernah melihat what do you say. Itulah mengapa pemimpin lebih dituntut untuk MENJADI contoh dibanding MEMBERI contoh.
Para tunas muda yang kelak akan menggantikan pendahulunya, yang jiwanya lebih mudah untuk belajar apa yang mereka lihat dari apa yang mereka dengar, pengikutmu menilaimu lebih pada apa yang kamu lakukan, bukan pada apa yang kamu pikirkan, maka setelah kamu berpikir untuk melakukan sesuatu yang baik, bersegeralah untuk melakukannya2). Saat pemimpin menyegerakan tindakan maka mereka (pengikut/bawahan) telah mendapatkan figure sebagai panutan dalam melakukan hal yang serupa. Kamu yang selalu bersegera dalam tindakan akan mendapat dukungan penuh dan akan sangat mudah untuk memberikan instruksi karena mereka sadar bahwa pemimpin mereka adalah tipe pekerja keras dan konsisten dengan sifat itu yang tentunya sangat membenci sifat yang berlawanan yaitu senang menunda-nunda pekerjaan.
Generasiku yang jiwanya penuh dengan kelembutan dan kasih sayang, taburilah kepemimpinanmu dengan sifat lembutmu maka akan kamu dapati pengikutmu dengan rasa cinta dan hormat yang lebih dalam3). Setiap orang memiliki sisi kelembutan, dan sejatinya kelembutan itu lebih dominan dibanding sisi yang berlawanan. Maka tidak heran ketika pengikut/bawahan diberi tanggung jawab dengan penuh perhatian dan kepercayaan maka mereka akan bekerja lebih ringan dan penuh tanggung jawab. Sebaliknya, ketika tanggung jawab (tugas) diberikan kepada mereka melalui instruksi yang keras maka dengan penuh kedongkolan tugas itu dilaksanakan yang tentunya berujung pada kurang maksimalnya cara dan langkah yang diambil, hal ini bisa dilihat dari hasil yang kurang memuaskan, bisa berupa prosedur kerja yang tidak lagi diperhatikan, jadwal yang harus ditunda karena tidak sesuai target, atau bahkan terbengkalainya tugas yang dipercayakan kepada mereka.
Para miniatur masa depan organisasi yang berkobar-kobar jiwanya penuh semangat yang begitu saya cintai, pengikutmu akan bekerja dengan hati dan semua daya yang mereka miliki apabila hati dan jiwa mereka telah terbakar oleh api semangat yang tiada henti berkobar4). Semangat bagaikan gulungan ombak yang dari waktu ke waktu mengalami perubahan, bisa jadi dia bertambah, bisa jadi sebaliknya hingga dia memecah pada keadaan dan waktu tertentu. Dia pun hampir seperti api unggun yang selain menghangatkan dirinya juga dapat menghangatkan orang-orang di sekitarnya. Bila kamu adalah api itu maka berusahalah untuk konsisten dengan semangat yang tetap berkobar-kobar hingga dapat ‘menulari’ para pengikutmu untuk ikut bersemangat, namun bila api itu adalah pengikutmu maka di waktu-waktu tertentu mereka perlu bensin untuk menambah atau sekedar mempertahankan kobaran itu, bensin itu saya beri nama MOTIVASI.
Para penentu masa depan organisasi yang jiwanya penuh pikiran positif dan loyalitas, pengikutmu sebenarnya tidak butuh digaji atau diberi upah hanya sekedar melakukan sesuatu yang sebenarnya untuk mereka juga. Kebanyakan dari mereka hanya butuh paling tidak dua hal, kesempatan dan penghargaan, maka berikanlah5). Berikan mereka kesempatan bekerja selebar sayap imajinasi kreativitasnya. Lihat bagaimana mereka bekerja dengan gigih dan penuh semangat, meski terkadang mereka terhalang oleh ‘ketidak-mampuan’, tapi bukankah itu hanya karena mereka belum pernah menemukan hal serupa sebelumnya ? Bukankah kita juga sedemikian bingung dan cemas dahulu ? Bahkan putus asa terkadang menjadi jalan ‘gantung diri’ yang begitu ampuh untuk menghindari kesalahan, dan disinilah peran kita yang katanya ‘senior berpengalaman’ untuk memberikan sedikit sentuhan. Tapi toh senyum legah pun terukir dari bibir yang tadinya pucat yang tegang dan ketakutan setelah semua dilalui dengan terengah-engah namun nyaris sempurna. Setelah kesempatan untuk berekspresi dan belajar diberikan maka saatnya untuk memberikan applause kepada mereka yang telah berani berbuat atau sekedar berniat, karena paling tidak mereka telah berani, ‘lumayanlah untuk pemula’J. Setiap hal yang mereka lakukan harus dihargai dengan pujian tulus (bukan koprol) dan motivasi yang membakar sehingga mereka akan terus terpancing dan tertantang untuk berbuat lebih keras, lebih cerdas,  lebih tangkas, dan sewaktu-waktu lebih ‘nekat’. Jika demikian halnya, maka yang anda tunggu adalah LOYALITAS yang dalam, “mengakar kuat ke bumi dan menggapai tinggi ke langit”.
Adik-adikku yang diri dan jiwanya penuh dengan sisi kemanusiaan, yang artinya kalian selalu ingin benar namun terkadang salah. Maka saat pengikutmu melakukan kesalahan yang tidak besar (kata2 rupa dosa besar deng dosa kecil JJJ; dosa yang tidak besar masih bisa diampuni toch ?) maka toleransi perlu berjalan dengan sedapat mungkin menghindari pemberian hukuman yang tentunya tanpa mengabaikan sisi ketegasan seorang pemimpin6). Hukuman pada keadaan tertentu dapat memberikasn efek jera namun pada keadaan yang berbeda dapat menjadikan orang yang menjalaninya kurang motivasi karena merasa dizalimi yang alih-alih memberikan efek jera malah sebaliknyalah yang terjadi, maka pemimpin yang bijak harus dapat melihat dan mempertimbangkan kedua keadaan tersebut. Kalaupun hukuman tak dapat dihindari karena berbagai pertimbangan maka berilah hukuman yang memberikan ‘efek dua mata pisau’, yang tidak hanya berfungsi sebagai hukuman dan efek jera namun juga dapat berfungsi sebagai pembelajaran sehingga yang menjalaninya tidak merasa dihukum tapi diberi tugas untuk belajar/berlatih lebih. Jika hal ini dapat diciptakan maka simpati-lah yang akan dirasakan oleh pengikut kepada pemimpinnya, dan selanjutnya anda hanya cukup menunggu kesetiaan para pengikut anda.
Dan akhirnya, lanjut atau tidaknya organisasi ini, maju atau tidaknya organisasi ini tergantung bagaimana kita mengelolanya7). Karena hanya dengan bertahan untuk terus berdiri tidak akan mampu menjadikan kita tetap hidup sementara yang lain berusaha untuk berlari secepat mungkin. Sulit memang, berlari dengan garis finish  tidak diketahui dimana letaknya namun itulah konsekuensi yang harus diterima berlomba dalam kualitas dan mutu kemanusiaan. Izinkan saya di akhir tulisan ini memberikan sebuah analogi sederhana untuk organisasi ini. Organisasi ini ibarat tangan dengan jari-jarinya sebagai elemen organisasi. Bila ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking dapat bekerja sama maka “semua bisa dipegang”, namun bila kelima jari ini punya ego yang masing-masing kaku, maka “apa yang bisa dipegang”. Artinya, jika pimpinannya, Dewan Pembina/Penasihatnya, Dewan alumninya, para pengurus bidang dan devisi-devisinya, dan para anggotanya termasuk srikandi-srikandinya dapat bekerja dalam bingkai cooperative yang baik maka saya yakin dan percaya seberat apapun beban dan tantangan organisasi ini, dia dapat bergerak maju.
Maka yang paling penting menurut saya adalah bagaimana para elemen ini meng-konstruksi dan terus me-rekonstruksi sebuah kerja sama yang baik dengan diawali dengan sikap saling membutuhkan. Pengurus membutuhkan anggota dan begitu sebaliknya, maka yang terlahir adalah keharmonisan.
Generasiku yang sekarang muda dan esok kan menua, “patah-tumbuh, hilang-berganti”. Kemarin kami, setelah kami-kalian, setelah kalian–mereka; maka siapkan mereka8). Pemimpin sejati tidak hanya bertanggung jawab pada masanya tapi juga pada masa setelahnya, maka sewajarnyalah pemimpin hari ini harus mempersiapkan pemimpin masa depan, karena kegagalan masa depan bisa jadi kegagalannya membina generasinya.
Hanya kepada Allah kita memohon perlindungan dari kehancuran setelah kejayaan seperti kebanyakan kaum, dan memohon bimbingan agar kita semua diarahkan menuju kerja sama yang baik, kekompakan yang hangat, dan persatuan yang tangguh. Kepada Allah pula saya memohon ampun atas segala kesalahan dari tulisan-tulisan ini dan tunduk penuh syukur atas ilmu yang diberikan-Nya hingga ada dua-tiga kalimat yang mungkin benar.
Mari bersama-sama kita menyegerakan diri untuk terus belajar, bekerja, dan berbuat secara tegas, cerdas, keras, tangkas, bila perlu sekali-kali kita nekad.
Salam Berpikir dan Bertindak Cerdas_!
Salam Hormat,
                                                                                                                                            

Supartomo Syarief

0 komentar:

Posting Komentar