Gorontalo 10 Februari 2013
KETAKUTAN
MASA DEPAN
(Sebuah Pesan Untuk Masa Depan)
Oleh: Supartomo Syarief
Bismillahirrohmanirrohim…
“Ketahuilah para pembaca sekalian,
bahwa aku dan Allah sangat mencintaimu !
Semoga cinta-ku dan cinta-Nya kau teruskan
pada generasi berikutnya !”
Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu !!
Kepada Allah, Sang
Penguasa segala yang terlihat dan segala yang tak nampak saya berlindung dari
ketakutan mimpi buruk dan pikiran-pikiran yang menyesatkan.
Awal dari tulisan
ini, salam dan sapa buat sahabat-sahabiyah yang menjadi sumber inspirasi dalam
setiap gerak dan langkah. Semoga sahabat-sahabiyah sekalian selalu dalam
lindungan dan naungan-Nya.
Dan mohon maaf bila
ada pihak yang tersinggung, karena dalam tulisan ini tak ada niat untuk
menyinggung secara tidak langsung apalagi secara terang-terangan menuliskan
karakter seorang oknum. Tulisan ini adalah pesan buat kita generasi KPMIPM yang
semakin jauh melangkah maka akan semakin banyak yang menggoda, semakin tinggi
maka semakin kencang angin menerpa. Tiada lain tulisan ini sebagai bentuk
kepedulian yang lembut, yang secara anggun saya suguhkan lewat yang saya bisa
(tulisan).
Izinkan saya
terlebih dahulu bernostalgia dan merindu masa lalu.
Sejak tahun 2008
kita telah berjalan bersama, kemudian berlari sekuat tenaga lalu terengah-engah
seakan nafas tak lagi mampu kita telan. Dengan pijakan dan mimpi indah telah
terbangun sebuah rumah kecil yang kelak akan menjadi istana megah tempat
bernaung beratus, beribu, bahkan berjuta manusia yang akan ditempa dan diasah
menjadi insan-insan terpilih. Itulah yang kita kejar, yang sebagian orang
mengira kita berlari tanpa tujuan atau sekedar berlari untuk kesenangan semata;
tak berguna.
Namun setapak demi
setapak, selangkah demi selangkah ternyata kita sekarang berada di tengah jalur
yang begitu besar, masuk dalam kompetisi keilmuan dan kualitas yang dahulu
sekedar mimpi. Dengan berbagai cara dan formula dilahirkan jalan-jalan yang tak
biasa meski terkadang kontroversi tak dapat dihindari dan “perkelahian” argumen
para petinggi tak dapat dibendung dalam ruangan sempit.
Dengan pertarungan
sengit dan mengorbankan “darah” yang keluar dari pori-pori ketegangan maka
selayaknya sebuah diskusi, cepat atau lambat harus ada yang terlahirkan dari
rahim-rahim intelektual murni. Tentu melahirkan itu pedih, namun kebanggaan
tentunya menyertai apatah lagi setelah pertarungan yang tidak jarang membuat
kuping merah, adu ketegangan terjadi dan setelahnya jabatan tangan dan pelukan
hangat kembali diperlihatkan sebagai simbol sportivitas dan demokrasi yang tinggi
nan sehat.
Singkat cerita,
semua isi kepala para petinggi itu kemudian direalisasikan dan sebagiannya
dijadikan hukum-hukum tertulisan, dan sebagian yang lain menjadi hukum yang
sekedar tertulis dalam benak dan kebiasaan. Ciri khas telah nampak, saling
mengasihi, saling menghormati, saling menyayangi yang dibingkis dalam satu
istilah “sistem senioritas” berjalan dan mengakar ke tanah dengan kuat,
menggapai ke langit dengan mantap.
Bila kelak para
warga kita konsisten dengan budaya ini maka dapat dipastikan kepuasan dan
kebanggan penuh milik kita bersama dengan kualitas warga/kader yang tak perlu
diragukan.
Mimpi-mimpi ini
memang sangat manis, namun maafkan saya ketika mimpi di suatu malam menjadikan
mimpi-mimpi kita hilang kemantapan. Namun bukan itu maksud saya menuliskan
mimpi berikut, tapi lebih pada memberikan sinyal bahwa ada kemungkinan lain
yang bisa terjadi bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda dan kemudian
dapat dijadikan pijakan dan dalam mengambil langkah antisipasi sebelum mimpi
buruk ini benar-benar terjadi.
Silahkan Simak dengan Bijaksana dan Pikiran yang
Positif.
Ada begitu banyak
ketakutan yang sebenarnya tersirat dalam mimpi singkat itu namun dengan
berbagai keterbatasan maka hanya akan dipaparkan sebagian kecil yang saya
anggap sebagai inti dan bisa menjadi bom waktu bagi keberlangsungan organisasi
ini.
Saya semakin takut
dengan suatu masa dimana masa itu akan menjadi saksi hilangnya budaya khas dan
mulia yang menciptakan keharmonisan antar warga organisasi yang mati-matian
telah dilahirkan oleh para petinggi kita. Bukan untuk mereka ketakutan ini,
tapi untuk generasi setelahnya.
Saya takut suatu
saat nanti akan terlahir mental dimana yang satu semakin terlena (menikmati)
ketakutan yang lainnya, karena lebih senangnya mengeluarkan nada-nada keras
dibanding dengan anggun menjelaskan maksud hati masing-masing. Entah kenapa
saat itu sebagian dari kita lebih senang melihat sebagian yang lain merasa
bersalah dan dikalahkan, seolah-olah kita-lah yang paling benar dan tak
terkalahkan, begitu sulitnya untuk mengalah hanya karena ego.
Entah bagaimana
jadinya seandainya hal ini terjadi, ketika dalam forum yang hangat sebagian
yang lain manggung-mangguk dengan
keputusan sebagian yang lain namun sejenak setelah itu disusul dengan “diskusi
kecil” yang memprihatinkan. Bagaimana tidak, diskusi kecil ini hanya mencemooh
sebagian dari anggota forum sebelumnya, sehingga saat berhadapan saling memuji
(yg entah tulus atau sekedar 'koprol' semata), namun saat berpisah saling
menghardik dan menertawakan kesalahan.
Dulu para petinggi
organisasi ini saling berdebat hebat atas nama “kebaikan dan kemajuan organisasi”
karena memiliki cara yang berbeda, namun setelahnya secara bersama-sama mereka
akan meridhai keputusan bersama sebagai mental pemimpin yang menjunjung tinggi
demokrasi. Namun pada mimpi itu, para warga organisasi juga saling berdebat
tidak kalah hebatnya dengan para pendahulunya, atas nama “kebaikan organisasi”
juga ternyata. Namun yang membuat saya ragu adalah setelah diputuskan dengan
cara yang demokratis (musyawarah-voting)
maka satu pihak “mengangkat tangan” sebagai simbol ketidak-relaannya dan
melepas tangan serta memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada pihak lain
untuk persoalan yang sedang dibahas. Saya kira oraganisasi kita tak butuh pihak
oposisi.
Saya takut ini
adalah tanda ego yang kurang pengawasan dari super-ego. Dan bila ini
berkepanjangan, saya takut jiwa-jiwa yang lain akan merasa tak berguna, tak
dihargai suaranya. Sebagian besar masalah internal organisasi berasal dari sini,
yaitu kurangnya sikap saling menghargai pendapat orang lain.
SEMOGA MIMPI BURUK
INI TIDAK AKAN TERJADI !
saya harap anda meng-Aamiin-kan.
Salam Berfikir dan Bertindak Cerdas !
Supartomo Syarief
0 komentar:
Posting Komentar