Sabtu, 06 Februari 2016

KRISIS KEPERCAYAAN TERHADAP PILAR DEMOKRASI

08.54 Posted by Unknown No comments
KRISIS KEPERCAYAAN TERHADAP PILAR DEMOKRASI
(Gorontalo, Selasa 4 Jumadil Akhir 1433/27 Maret 2012)

Bismillahirrohmanirrohim…
“Ketahuilah para pembaca sekalian, bahwa aku dan Allah sangat mencintaimu !
Semoga cinta-ku dan cinta-Nya kau teruskan pada generasi berikutnya !”


Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu !!
Krisis kepercayaan di kalangan masyarakat,  utamanya rakyat kecil semakin meluas ke golongan yang sebenarnya terpercaya yaitu mahasiswa dan media public baik cetak maupun elektronik. Tentunya hal ini bukan merupakan sebuah kabar baik karena hal ini tentu akan mengundang pesimistis di kalangan masyarakat kelas bawah yang pada akhirnya akan mengundang kesemrawutan di tatanan masyarakat.
Mahasiswa dan media merupakan dua pilar[1] terakhir dalam tatanan suatu negara khususnya negara kita Indonesia. Dua pilar ini sebelumnya masih murni, berada pada kedudukan sebagai oposan[2], berada di luar golongan partisan, dan jauh dari intervensi golongan tertentu termasuk partai politik dan penguasa. Dengan kemandirian dan apartisan inilah yang membuat dua pilar ini menjadi lebih dipercaya dibanding pilar lainnya (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) yang lebih dulu telah hilang kepercayaan dari rakyat meskipun telah melakukan pencitraaan yang intensif dewasa ini.
Dengan semakin pesatnya persaingan politik yang terjadi di negara kita tidak heran jika masing-masing partai atau golongan semakin menebar pengaruh dan intervensi mereka pada hal-hal yang dapat dikonsumsi public secara langsung, tidak terkecuali dengan media pers, baik elektronik maupun cetak, baik dengan tujuan menggencarkan dogma maupun propaganda dalam upaya pencitraan kepada public atau bahkan upaya menjatuhkan lawan/saingan.
Sehingga sangat tidak jarang kita menyaksikan dan mengkonsumsi beberapa produk media yang menjadi alat untuk melakukan upaya-upaya yang telah dijelaskan sebelumnya. Melalui konsumsi itu pula maka masyarakat berasumsi bahwa independensi yang dimiliki oleh media kini tidak terjamin lagi. Hal ini tentu terlihat bila kita membandingkan beberapa media dengan pembahasan yang sama maka tidak jarang terdapat kontra-produktif di antara media tersebut dalam membahas dan mengulas suatu isu. Media A menilai positif golongan C tapi di sisi lain media B malah memperlihatkan penilaian yang negative terhadap golongan atau figur yang sama.
Jika hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang dan responden, maka hal itu tidaklah terlalu menakutkan. Namun yang menjadi masalah jika hal tersebut terjadi karena adanya lobi-lobi antara pihak media dengan “pihak sponsor” yang berada di belakang media.
Yang sangat disayangkan adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kaum intelektual bermoral dan agent of social control yang awalnya dipercaya dapat mendampingi dan membela kepentingan rakyat bila mana kebijakan penguasa di luar kemampuan “konstituennya” (rakyat), namun sedikit demi sedikit juga ikut mengidap “penyakit” yang tidak pernah diduga, yaitu aktifnya mereka dalam politik praktis yang menyebabkan mereka lupa akan posisi mereka yang murni dan oposan dan seharusnya tidak boleh diombang-ambingkan oleh kepentingan/urusan perpolitikan.
Meski sebenarnya tidak semua dari golongan mahasiswa terinfeksi virus ini, namun beberapa gerakan dari sekelumit golongan sangat dapat menjadikan citra mahasiswa secara umum menjadi rusak di mata masyarakat. Hal tersebut dikarenakan beberapa golongan tadi telah melakukan gerakan yang tidak lagi sesuai koridor dan kode etik pergerakan (nilai dasar pergerakan) yang seharusnya menjadi pegangaan setiap mahasiswa dalam melakukan tindakan yang mengatas-namakan rakyat kecil.
Selain terjunnya mahasiswa dalam politik praktis yang mengakibatkan frekuensi frontalitasnya menjadi menurun, hal yang juga memberi penilaian negatif terhadap mahasiswa adalah seringnya mahasiswa tidak menggunakan indikator pembeda antara mahasiswa dengan golongan lainnya, yaitu intelektual, moral, dan idealis. Begitu banyak dari golongan yang dipercaya ini melakukan “gerakan-gerakan tambahan” yang bertentangan dengan moralitas dan intelektualitas tadi.
Jika hal ini berlanjut maka yang ditakutkan adalah masyarakat akan sampai pada titik ekstrem kecemasan, yaitu terjadinya krisis kepercayaan hingga berujung pada pesimistis dan depresi yang berlebihan karena merasa tidak memiliki pegangan dan figur pembela.
Semoga virus ini akan kembali disembuhkan oleh Tuhan, karena meski tanpa mahasiswa dan medianya, rakyat masih mempercayai-Nya.
Salam !




[1]               Pilar demokrasi
[2]               Tidak berpihak pada golongan tertentu.

0 komentar:

Posting Komentar