Sabtu, 06 Februari 2016

MEMBEBASKAN DIRI DARI BUAIAN DENDAM SEJARAH

08.37 Posted by Unknown No comments
Gorontalo, 16 Oktober 2011

MEMBEBASKAN DIRI DARI BUAIAN DENDAM SEJARAH
(Sebuah Renungan)
Oleh :

Bismillahirrohmanirrohim…
“Ketahuilah para pembaca sekalian, bahwa aku dan Allah sangat mencintaimu !
Semoga cinta-ku dan cinta-Nya kau teruskan pada generasi berikutnya !”


Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu !!
“Apabila kebudayaan tumbuh dari jawaban yang berhasil atas tantangan yang dihadapi masyarakat, maka kehancuran kebudayaan terjadi karena ketiadaan tenaga kreatif dalam kelompok minoritas yang ada dalam masyarakat, yaitu kelompok mayoritas yang tidak kreatif”. (Tyonbee)
           
            Mungkin saja organisasi ini sekarang sedang mengalami hal yang demikian bersama dengan semakin banyaknya kader/anggota dari organisasi ini; begitupun dengan usianya yang seiring waktu semakin bertambah, para kadernya terjebak dalam romantisme sejarah dan terlena dengan kesuksesan (kreativitas) para pendahulunya hingga mereka yang mungkin lepas dari kesadaran mereka bahwa kesuksesan itu hanya akan menjadi sejarah, yang jika tak diteruskan juga tak ada artinya; para pendahulu itu pun akan meninggalkan mereka; tanpa pertimbangan “siap-tidak siap”. Karena mereka yang sekarang muda akan tua jua, mereka pun akan me-re-posisi diri mereka dari agent of social control menjadi pemegang “tali kekang” regulasi atau menjadi aktor intim dalam bidang dan instansi tertentu yang mereka masuki. Mereka hanya akan menjadi pelaku pasif dalam organisasi ini, dan yang tertinggal sebagai penerus dan pelaku aktif akan nyasar dalam menjalankan roda organisasi, termasuk dalam melakukan mendampingan terhadap masalah-masalah social-kemasyarakatan.
            Hal tersebut tidaklan mustahil ketika metode transformasi nilai-nilai kepada mereka (bakal pengurus) tidak berjalan dengan baik, belum lagi jika para calon pengemudi organisasi tidak sadar dan membenahi diri baik secara intelektual maupun mentalitas (moralitas), padahal merekalah yang seharusnya menjalankan organisasi yang lebih aktif dan peka terhadap fenomena sosial nantinya.
            Namun sebelum organisasi ini melangkah dan mencoba melakukan pendampingan terhadap masalah yang sifatnya universal, tentunya menjadi sebuah syarat mutlak adanya ilmu dan wawasan yang akan digunakan sebagai dasar pemikiran bagi para kader dala m menawarkan solusi dari masalah yang akan didampingi. Dengan kata lain bahwa sebelum organisasi ini terjun dan mengurusi kehidupan dan masalah yang lebih luas tentunya harus melakukan penataan (construct) internal organisasi, baik dari segi administrasi, segi penalaran dan keilmun, strategi advokasi dan yang paling mendasar adalah organisasi ini tidak lagi disibukkan dengan masalah internal yang menurut saya juga sangat menyita energi.
            Dengan masalah yang baru saja dihadapi organisasi belia ini sedikit menyisakan luka dan sakit hati terhadap kader yang berusaha membangun organisasi tempat mereka meng-explore potensi, karena ada beberapa oknum yang juga sebenarnya merupakan kader ternyata menjadi aktor pengancam integrasi mahasiswa Parigi Moutong pada umumnya dan kader-kader KPMIPM pada khususnya.
            Salah satu sebab terjadinya hal demikian (yang mereka lakukan) mungkin dapat dijawab oleh seorang Filosof Eksistensialis, Marcell.
“Akal manusia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, namun sayangnya hati mereka masih tetap lemah. Padahal, hampir semua penyimpangan bersumber dari keadaan ini, yakni kuatnya akal dan lemahnya hati”.
            Hal ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk memahami kemarahan dan kesakit-hatian dari anak-anak KPMIPM yang terkhianati, namun yang perlu diwaspadai adalah kita (para kader KPMIPM; termasuk penulis) jangan sampai melupakan tujuan utama kita karena terlena dalam kemarahan dan “dendam sejarah” yang cukup mengecewakan. Namun hal yang utama adalah menjadikan organisasi ini wadah yang memeluk erat anak-anak Parimo dan sebaliknya anak-anak Parimo (yang penulis panggil dengan nama “Lebah Kuning Pante Timur”) dapat memeluk erat organisasinya,  hingga nanti menjadi pribadi dewasa, dewasa ilmunya; dewasa moral dan mentalnya.
            Perlu disadari bahwa lebih dari separoh waktu dari periode yang akan kita habiskan dengan menghasilkan produk yang berkualitas hanya tersitah untuk mengurusi masalah internal, dan belum samapai pada bagaimana mengontrol kehidupan berpolitik di daerah. Dengan melihat hal tersebut saya ingin meminjam bahasa dari Prof. Louis Armand, seorang Filosof Peancis. Beliau mengatakan:
“Dari pada waktu yang tinggal beberapa tahun ini diisi dengan menangisi hari-hari kemarin, lebih baik selekas-lekasnya diciptakan suatu filsafat dunia baruyang lebih mampu menyelamatkan nasib umat manusia dari ancaman kehancuran”.
            Mungkin untuk pembahasan mengenai organisasi ini ungkapan di atas sangatlah luas namun jika dibawa ke tingkat yang lebih sempit maka saya sangat sepakat jika waktu yang tinggal beberapa bulan ini kita gunakan untuk merumuskan sebuah kebijakan organisasi yang benar-benar mampu menghasilkan produk/kader berkualitas dari segi ilmu dan mental serta spiritualnya.
            Banyak yang hampir berputus asa dengan keadaan organisasi yang semrawut (chaos) dan tidak teratur dari segi manajemen kader yang setelah ditempa mereka dengan cara mereka sendiri; sedikit demi sedikit dan perlahan meninggalkan organisasi namun menurut saya masalah ini tidak lebih hanya merupakan penggambaran bahwa mereka masih sangat butuh motivasi.
            Mungkin sudah saatnya kita sejenak melupakan dan meninggalkan “luka lama” untuk kemudian berkonsentrasi dalam menata dan memperbaiki alur dan perjalanan organisasi sebagai perwujudan dari sekian banyak kepentingan kolektif anak-anak Parimo, salah satunya adalah menciptakan generasi/kader yang memiliki karakteristik yang mampu membawa KPMIPM khususnya dan Parimo pada umumnya pada keadaan yang lebih baik, meski itu dengan cara yang membuat sebagian kelompok “merah kuping”. Saya teringat dengan Sosiolog Iran; Ali Syari’ati, beliau mengatakan:
“Jika kita mau melihat masa depan suatu masyarakat, maka kita harus melihat pada karakteristik kelompok yang menyimpang (kelompok cerdas dan berpengetahuan yang  tinggi akan tetapi sering menampilkan gagasan-gagasan yang controversial yang sering membuat “merah kuping” banyak kalangan, menyimpang dari mainstream, melenceng dari nada zamannya). Merekalah yang akan membentuk masa depan”.
Namun yang patut disayangkan dan perlu diberi perhatian lebih adalah seperti yang penulis katakan di awal pembahasan adalah seakan-akan para kader terbuai dalam keberhasilan para pendahulunya dalam memecahkan masalah hingga mereka pun seakan hilang kreativitas berfikir (ketergantungan). Secara jujur saya menyampaikan kegalauan yang sering timbul dalam pikiran karena ketakutan akan hal tersebut. Karena Tyonbee pernah menegaskan hal tersebut dalam kalimat tegasnya.
“Apabila kreativitas pertama merupakan salah satu jawaban seseorang yang melahirkan kreasi terhadap tantangan yang dihadapi masyarakat, maka keburukan kreativitas terletak pada keterpesonaan para pengagumnya yang mencapai peringkat pengkultusan”.
Hanya kepada Tuhan kita memohon perlindungan dari dendam yang membawa kerugian; dari sikap diam yang membawa kebodohan karena Dia-lah pemilik segala kepastian dan kebaikan. Mari bersama kita mengikhlaskan masa lalu dan mengambil pelajaran darinya, serta selekas-lekasnya kita memulai mencari jalan keluar untuk menghindari “patah generasi” yang mengancam organisasi ini.
Maju adalah gerak PASTI, meski itu berarti MATI_!
Untuk KPMIPM, beribu “lebah” siap lawan tirani_
Salam berfikir dan bertindak cerdas_!


0 komentar:

Posting Komentar