Gorontalo, 16 Oktober 2011
MEMBEBASKAN DIRI DARI BUAIAN
DENDAM SEJARAH
(Sebuah Renungan)
Oleh :
Bismillahirrohmanirrohim…
“Ketahuilah para pembaca sekalian, bahwa aku dan Allah
sangat mencintaimu !
Semoga cinta-ku dan cinta-Nya kau teruskan pada generasi
berikutnya !”
Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu !!
“Apabila kebudayaan tumbuh
dari jawaban yang berhasil atas tantangan yang dihadapi masyarakat, maka kehancuran
kebudayaan terjadi karena ketiadaan tenaga kreatif dalam kelompok minoritas
yang ada dalam masyarakat, yaitu kelompok mayoritas yang tidak kreatif”. (Tyonbee)
Mungkin
saja organisasi ini sekarang sedang mengalami hal yang demikian bersama dengan
semakin banyaknya kader/anggota dari organisasi ini; begitupun dengan usianya
yang seiring waktu semakin bertambah, para kadernya terjebak dalam romantisme sejarah dan terlena dengan
kesuksesan (kreativitas) para pendahulunya hingga mereka yang mungkin lepas
dari kesadaran mereka bahwa kesuksesan itu hanya akan menjadi sejarah, yang
jika tak diteruskan juga tak ada artinya; para pendahulu itu pun akan
meninggalkan mereka; tanpa pertimbangan “siap-tidak siap”. Karena mereka yang
sekarang muda akan tua jua, mereka pun akan me-re-posisi diri mereka dari agent
of social control menjadi pemegang “tali kekang” regulasi atau menjadi
aktor intim dalam bidang dan instansi tertentu yang mereka masuki. Mereka hanya
akan menjadi pelaku pasif dalam organisasi ini, dan yang tertinggal sebagai
penerus dan pelaku aktif akan nyasar dalam
menjalankan roda organisasi, termasuk dalam melakukan mendampingan terhadap
masalah-masalah social-kemasyarakatan.
Hal
tersebut tidaklan mustahil ketika metode transformasi nilai-nilai kepada mereka
(bakal pengurus) tidak berjalan dengan baik, belum lagi jika para calon
pengemudi organisasi tidak sadar dan membenahi diri baik secara intelektual
maupun mentalitas (moralitas), padahal merekalah yang seharusnya menjalankan
organisasi yang lebih aktif dan peka terhadap fenomena sosial nantinya.
Namun
sebelum organisasi ini melangkah dan mencoba melakukan pendampingan terhadap
masalah yang sifatnya universal, tentunya menjadi sebuah syarat mutlak adanya
ilmu dan wawasan yang akan digunakan sebagai dasar pemikiran bagi para kader dala
m menawarkan solusi dari masalah yang akan didampingi. Dengan kata lain bahwa
sebelum organisasi ini terjun dan mengurusi kehidupan dan masalah yang lebih
luas tentunya harus melakukan penataan (construct)
internal organisasi, baik dari segi administrasi, segi penalaran dan
keilmun, strategi advokasi dan yang paling mendasar adalah organisasi ini tidak
lagi disibukkan dengan masalah internal yang menurut saya juga sangat menyita
energi.
Dengan
masalah yang baru saja dihadapi organisasi belia ini sedikit menyisakan luka
dan sakit hati terhadap kader yang berusaha membangun organisasi tempat mereka
meng-explore potensi, karena ada
beberapa oknum yang juga sebenarnya merupakan kader ternyata menjadi aktor
pengancam integrasi mahasiswa Parigi Moutong pada umumnya dan kader-kader KPMIPM
pada khususnya.
Salah
satu sebab terjadinya hal demikian (yang mereka lakukan) mungkin dapat dijawab
oleh seorang Filosof Eksistensialis, Marcell.
“Akal manusia telah mengalami
kemajuan yang sangat pesat, namun sayangnya hati mereka masih tetap lemah.
Padahal, hampir semua penyimpangan bersumber dari keadaan ini, yakni kuatnya
akal dan lemahnya hati”.
Hal
ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk memahami kemarahan dan kesakit-hatian
dari anak-anak KPMIPM yang terkhianati,
namun yang perlu diwaspadai adalah kita (para kader KPMIPM; termasuk penulis) jangan
sampai melupakan tujuan utama kita karena terlena dalam kemarahan dan “dendam
sejarah” yang cukup mengecewakan. Namun hal yang utama adalah menjadikan
organisasi ini wadah yang memeluk erat anak-anak Parimo dan sebaliknya
anak-anak Parimo (yang penulis panggil dengan nama “Lebah Kuning Pante Timur”) dapat
memeluk erat organisasinya, hingga nanti
menjadi pribadi dewasa, dewasa ilmunya; dewasa moral dan mentalnya.
Perlu
disadari bahwa lebih dari separoh
waktu dari periode yang akan kita habiskan dengan menghasilkan produk yang
berkualitas hanya tersitah untuk mengurusi masalah internal, dan belum samapai
pada bagaimana mengontrol kehidupan berpolitik di daerah. Dengan melihat hal
tersebut saya ingin meminjam bahasa dari Prof. Louis Armand, seorang Filosof
Peancis. Beliau mengatakan:
“Dari
pada waktu yang tinggal beberapa tahun ini diisi dengan menangisi hari-hari
kemarin, lebih baik selekas-lekasnya diciptakan suatu filsafat dunia baruyang
lebih mampu menyelamatkan nasib umat manusia dari ancaman kehancuran”.
Mungkin untuk pembahasan mengenai
organisasi ini ungkapan di atas sangatlah luas namun jika dibawa ke tingkat
yang lebih sempit maka saya sangat sepakat jika waktu yang tinggal beberapa
bulan ini kita gunakan untuk merumuskan sebuah kebijakan organisasi yang
benar-benar mampu menghasilkan produk/kader berkualitas dari segi ilmu dan
mental serta spiritualnya.
Banyak yang hampir berputus asa
dengan keadaan organisasi yang semrawut (chaos)
dan tidak teratur dari segi manajemen kader yang setelah ditempa mereka dengan
cara mereka sendiri; sedikit demi sedikit dan perlahan meninggalkan organisasi
namun menurut saya masalah ini tidak lebih hanya merupakan penggambaran bahwa
mereka masih sangat butuh motivasi.
Mungkin sudah saatnya kita sejenak
melupakan dan meninggalkan “luka lama” untuk kemudian berkonsentrasi dalam
menata dan memperbaiki alur dan perjalanan organisasi sebagai perwujudan dari
sekian banyak kepentingan kolektif anak-anak Parimo, salah satunya adalah
menciptakan generasi/kader yang memiliki karakteristik yang mampu membawa
KPMIPM khususnya dan Parimo pada umumnya pada keadaan yang lebih baik, meski
itu dengan cara yang membuat sebagian kelompok “merah kuping”. Saya teringat
dengan Sosiolog Iran; Ali Syari’ati, beliau mengatakan:
“Jika kita mau melihat masa
depan suatu masyarakat, maka kita harus melihat pada karakteristik kelompok
yang menyimpang (kelompok cerdas dan berpengetahuan yang tinggi akan tetapi sering menampilkan gagasan-gagasan
yang controversial yang sering membuat “merah kuping” banyak kalangan,
menyimpang dari mainstream, melenceng dari nada zamannya). Merekalah yang akan
membentuk masa depan”.
Namun yang patut disayangkan dan perlu diberi perhatian lebih
adalah seperti yang penulis katakan di awal pembahasan adalah seakan-akan para
kader terbuai dalam keberhasilan para pendahulunya dalam memecahkan masalah
hingga mereka pun seakan hilang kreativitas berfikir (ketergantungan). Secara
jujur saya menyampaikan kegalauan yang sering timbul dalam pikiran karena
ketakutan akan hal tersebut. Karena Tyonbee pernah menegaskan hal tersebut
dalam kalimat tegasnya.
“Apabila
kreativitas pertama merupakan salah satu jawaban seseorang yang melahirkan
kreasi terhadap tantangan yang dihadapi masyarakat, maka keburukan kreativitas
terletak pada keterpesonaan para pengagumnya yang mencapai peringkat
pengkultusan”.
Hanya kepada Tuhan kita memohon perlindungan dari dendam
yang membawa kerugian; dari sikap diam yang membawa kebodohan karena Dia-lah
pemilik segala kepastian dan kebaikan. Mari bersama kita mengikhlaskan masa
lalu dan mengambil pelajaran darinya, serta selekas-lekasnya kita memulai
mencari jalan keluar untuk menghindari “patah generasi” yang mengancam
organisasi ini.
Maju adalah gerak PASTI, meski itu berarti MATI_!
Untuk KPMIPM, beribu “lebah” siap lawan tirani_
Salam berfikir dan bertindak cerdas_!
0 komentar:
Posting Komentar