Goronralo, 6 Februari 2012
IDEOLOGI
DUNIA HILANG KESAKTIAN
(Ketika
Kapitalisme Menghadapi Sakratul Maut, Sebuah Kabar Baik)
Bismillahirrohmanirrohim…
“Ketahuilah para pembaca sekalian, bahwa aku dan Allah
sangat mencintaimu !
Semoga cinta-ku dan cinta-Nya kau teruskan pada generasi
berikutnya !”
Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu !!
Kapitalisme
yang merupakan ideology ekonomi dunia yang sangat akrab dengan telinga
masyarakat dan memiliki beribu janji manis dalam kehidupan ekonomi, namun kini
harus meratap sendu atas kegagalannya. Betapa tidak, system yang juga ideology
besar ini tidak mampu lagi memperlihatkan tajamnya taring yang dimilikinya
dalam mengentaskan semua persoalan-persoalan ekonomi dunia teruma pada
negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Bila
dilihat satu sisi dari kapitalisme memang begitu sangat menggiurkan. Karena
dengan konsep kapitalisme maka efisiensi dan spesialisasi kerja dapat menekan
biaya produksi dan meningkatkan produktivitas yang tentunya sangat baik bagi
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi perusahaan tersebut. Ketidak-terlibatan
pemerintah dalam menata dan mengatur jalur dan roda ekonomi swasta membuat
gerak para pelaku ekonomi semakin bebas dan agresif. Tidak dapat dipungkiri
bahwa dengan agresifitas itu maka para pelaku ekonomi akan sangat terpacu untuk
melakukan sebuah pembaharuan dalam hal ide dan gagasan-gagasan dalam
menciptakan produk masing-masing.
Karena
berlandasakan liberalitas (kebebasan) maka system ekonomi konvensional
(kapitalisme) ini bebas melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang sangat
menguntungkan diri dan pihaknya meski harus berarti yang lain merasakan hal
yang berbeda atau bahkan bertolak belakang.
Meski
pernah merasakan bagaimana indahnya berada di atas angin dan mendapat pujian
dari berbagai pihak baik organisasi besar maupun pakar-pakar ekonomi namun
setelah kegagalannya, kapitalisme pun
harus ikhlas menerima konsekwensi yaitu kritik-kritik tajam yang menambah
keburukan system ekonomi konvensional ini.
Tahun
2007 krisis moneter global telah berhasil membuat Indonesia juga merasakan hal
yang sama. Pada masa itu begitu banyak bank-bank konvensional yang harus
mengakui kegagalan operasinya. Salah satu konsekwensi yang harus diambil adalah
dengan melakukan pinjaman besar meski pinjaman itu lebih besar dibanding dengan
modal murni pemilik usaha dalam hal ini bank. Keadaan ini sebenarnya bukanlah
keadaan yang kondusif dan menjanjikan bagi stakeholder,
dalam bidang perbankan nasabah adalah salah satu stakeholdernya. Kalau pun
mereka tidak melakukan keputusan ekstrem itu maka dapat dipastikan bahwa yang
dilakukan adalah memberhentikan operasi/aktivitas bank tersebut akibat pailit
yang dialaminya.
Keadaan
demikian sangat jelas bukanlah keadaan yang menguntungkan pihak mana pun karena
bagaimana mungkin pihak bank mampu memberikan pinjaman kepada nasabah
(kreditur) jika setiap bulan (berdasarkan perjanjian) harus melakukan
pembayaran bunga atas utang kepada pihak lain.
Dengan
mandeg-nya aktivitas perbankan maka
usaha kecil dan mikro tidak dapat merasakan supply dana untuk menunjang
usahanya.
Saat
ini pun kegagalan kapitalisme kian nyata terlihat, terutama pada negara-negara
besar penganut kapitalisme, yang menurut mereka kapitalisme-lah satu-satunya solusi
pembangunan perekonomian modern dewasa ini.
Inggris
merupakan salah satu negara besar yang merasakan kebobrokan system ekonomi
kapitalis yang sekarang ini sedang mewabah meski sebenarnya tidak hanya
akhir-akhir ini terlihat ketidak-ampuhannya mengentaskan masalah-masalah
perekonomian dunia, termasuk perekonomian nasional negara-negara yang ada di
Eropa.
Kerusuhan-kerusuhan
massal yang terjadi di Inggris merupakan salah satu akibat dari respon
masyarakat atas ketidakstabilan perekonomian di negara tersebut. Beberapa unjuk
rasa damai menjadi unjuk rasa yang chaos dan
menjalar ke beberapa kota besar di negara itu. Protes-protes tersebut
dilatarbelakangi oleh alasan yang bervariasi, mulai dari biaya kuliah yang
meningkat hebat sampai pada langkah-langkah penghematan yang dilakukan oleh
negara demi menghadapi krisis ekonomi Yunani.
Beberapa
analis mengatakan bahwa kerusuhan itu terjadi karena dampak dari kesulitan
ekonomi terutama di kalangan kaum/rakyat kecil. Penghematan yang dilakukan guna
mengurangi hutang pemerintah Inggris mulai dirasakan dampaknya oleh rakyat
kecil di negara besar itu, misalnya pengangguran yang semakin meningkat dan
pengurangan pelayanan publik. Kegagalan system dan ideology besar ini ternyata
menimbulkan sebuah frustasi social yang sangat buruk dan riskan.
Selain
Inggris, negara besar lainnya yang juga “menikmati” kegagalan system
kapitalisme adalah Amerika. Negara adidaya ini ternyata juga sedang mengalami
krisis utang yang tidak kalah akutnya oleh Inggris. Setelah melewati
pertimbangan yang tentunya tidak sederhana, akhirnya Amerika meningkatkan utang
sambil mengurangi defisit paling tidak sepuluh tahun mendatang.
Masalah
Amerika Serikat adalah lebih besarnya pasak dari tiang penyangganya. Hal ini
dapat terlihat pada perbandingan rasio utang dan PDB-nya tersisa 1,5%. Utang
Amerika Serikat nyaris sebanding dengan PDB, hanya terdapat selisih 0,5 triliun
dolar AS. Tentunya nilai tersebut bukanlah nilai yang cukup jika harus
dihadapkan dengan pengeluaran-pengeluaran dan belanja rutin serta program
pembangunan nasional yang sangat membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya.
Untuk
menutupi utang-utang tersebut salah satu langkah yang harus dilakukan oleh
negara tersebut adalah dengan meningkatkan indeks produksi di sector rill,
namun seperti yang kita ketahui bersama bahwa yang menguasai barang manufaktur
adalah China dan bangsa Asia Timur sedang bangsa Eropa hanya unggul di sector
non rill seperti penjualan saham-saham yang sedikit pun tidak menyentuh sector
rill.
Hingga
langkah nekad yang harus diambil oleh negara ini adalah dengan mencetak uang
dolar sebanyak mungkin. Karena biaya dalam mencetak uang ini tidak terlalu
besar yang dikarenakan jauh dari unsur yang berbasis emas (nilai intrinsic) maka jalan ini dapat
ditempuh oleh Amerika Serikat.
Tidak
hanya sampai di situ, mencetak uang dolar yang tidak berbasis emas bukanlah happy ending untuk masalah ini. Karena
banyaknya dolar yang beredar maka akan terjadi depresiasi mata uang dolar AS
terhadap mata uang lainnya. Setelah terjadinya hal demikian maka tidak hanya
Amerika Serikat saja yang akan merasakan dampaknya tapi seluruh negara yang
menyimpan dolar sebagai investasi.
Dengan
keadaan demikian maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kehancuran
negara-negara penganut system kapitalisme akan terpuruk dalam bidang ekonomi
dan akan menyusul bidang-bidang lainnya karena tentu saja bidang/aspek lain
tidak akan berjalan lancar jika keadaan ekonomi nasional dalam keadaan tidak
stabil. Bidang pendidikan misalnya, pemerintah akan mengalamim kesulitan untuk
mengatur dan membiayai pendidikan jika negara yang bersangkutan dalam keadaan
kekurangan financial, demikian juga adanya dengan bidang-bidang lain.
Unsur-unsur
spekulatif (ribawi) yang menjiwai system kapitalis adalah akar persoalan
perekonomian di negara mana pun. Dengan cara apapun jika sector financial masih
tetap berbasis ribawi (termasuk bunga), perusahaan-perusahaan (perseroan
misalnya) masih tergantung pada saham yang diperdagangkan secara spekulatif,
dan mata uang yang tidak berbasis emas bahkan nilai nominal sangat jauh lebih
berharga dibanding nilai instrinsiknya (uang kertas) yang sangat mudah
menciptakan inflasi maka perekonomian tidak akan stabil termasuk negara adidaya
sekalipun.
Dengan
melihat kenyataan ini, ada baiknya bersama kita mengajarkan “kalimat syahadat” atau
menghadiahkan “empat kali takbir” kepada system kapitalisme karena system ini
sadar atau tidak sedang dalam keadaan sekarat (sakratul maut) setelah hilang
kesaktiannya karena jurus-jurus pamungkasnya (bunga dan system uang kertas) telah
gugur secara alami oleh keadaan yang sangat dinamis. Redupnya system ini bukan
hanya karena kritikan dari ahli-ahli ekonomi tapi juga karena kritikan keadaan (seleksi
alam) dan ketidak-mampuannya membuktikan
keunggulan konsep ribawinya.
Wallahul A’lam Bisshawab !
Catatan:
Sebagian data
disarikan dari majalah dan bahan bacaan yang relevan.
0 komentar:
Posting Komentar