Sabtu, 06 Februari 2016

IDEOLOGI DUNIA HILANG KESAKTIAN

08.52 Posted by Unknown No comments
Goronralo, 6 Februari 2012
IDEOLOGI DUNIA HILANG KESAKTIAN
(Ketika Kapitalisme Menghadapi Sakratul Maut, Sebuah Kabar Baik)

Bismillahirrohmanirrohim…
“Ketahuilah para pembaca sekalian, bahwa aku dan Allah sangat mencintaimu !
Semoga cinta-ku dan cinta-Nya kau teruskan pada generasi berikutnya !”


Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu !!
Kapitalisme yang merupakan ideology ekonomi dunia yang sangat akrab dengan telinga masyarakat dan memiliki beribu janji manis dalam kehidupan ekonomi, namun kini harus meratap sendu atas kegagalannya. Betapa tidak, system yang juga ideology besar ini tidak mampu lagi memperlihatkan tajamnya taring yang dimilikinya dalam mengentaskan semua persoalan-persoalan ekonomi dunia teruma pada negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Bila dilihat satu sisi dari kapitalisme memang begitu sangat menggiurkan. Karena dengan konsep kapitalisme maka efisiensi dan spesialisasi kerja dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas yang tentunya sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi perusahaan tersebut. Ketidak-terlibatan pemerintah dalam menata dan mengatur jalur dan roda ekonomi swasta membuat gerak para pelaku ekonomi semakin bebas dan agresif. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan agresifitas itu maka para pelaku ekonomi akan sangat terpacu untuk melakukan sebuah pembaharuan dalam hal ide dan gagasan-gagasan dalam menciptakan produk masing-masing.
Karena berlandasakan liberalitas (kebebasan) maka system ekonomi konvensional (kapitalisme) ini bebas melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang sangat menguntungkan diri dan pihaknya meski harus berarti yang lain merasakan hal yang berbeda atau bahkan bertolak belakang.
Meski pernah merasakan bagaimana indahnya berada di atas angin dan mendapat pujian dari berbagai pihak baik organisasi besar maupun pakar-pakar ekonomi namun setelah  kegagalannya, kapitalisme pun harus ikhlas menerima konsekwensi yaitu kritik-kritik tajam yang menambah keburukan system ekonomi konvensional ini.
Tahun 2007 krisis moneter global telah berhasil membuat Indonesia juga merasakan hal yang sama. Pada masa itu begitu banyak bank-bank konvensional yang harus mengakui kegagalan operasinya. Salah satu konsekwensi yang harus diambil adalah dengan melakukan pinjaman besar meski pinjaman itu lebih besar dibanding dengan modal murni pemilik usaha dalam hal ini bank. Keadaan ini sebenarnya bukanlah keadaan yang kondusif dan menjanjikan bagi stakeholder, dalam bidang perbankan nasabah adalah salah satu stakeholdernya. Kalau pun mereka tidak melakukan keputusan ekstrem itu maka dapat dipastikan bahwa yang dilakukan adalah memberhentikan operasi/aktivitas bank tersebut akibat pailit yang dialaminya.
Keadaan demikian sangat jelas bukanlah keadaan yang menguntungkan pihak mana pun karena bagaimana mungkin pihak bank mampu memberikan pinjaman kepada nasabah (kreditur) jika setiap bulan (berdasarkan perjanjian) harus melakukan pembayaran bunga atas utang kepada pihak lain.
Dengan mandeg-nya aktivitas perbankan maka usaha kecil dan mikro tidak dapat merasakan supply dana untuk menunjang usahanya.
Saat ini pun kegagalan kapitalisme kian nyata terlihat, terutama pada negara-negara besar penganut kapitalisme, yang menurut mereka kapitalisme-lah satu-satunya solusi pembangunan perekonomian modern dewasa ini.
Inggris merupakan salah satu negara besar yang merasakan kebobrokan system ekonomi kapitalis yang sekarang ini sedang mewabah meski sebenarnya tidak hanya akhir-akhir ini terlihat ketidak-ampuhannya mengentaskan masalah-masalah perekonomian dunia, termasuk perekonomian nasional negara-negara yang ada di Eropa.
Kerusuhan-kerusuhan massal yang terjadi di Inggris merupakan salah satu akibat dari respon masyarakat atas ketidakstabilan perekonomian di negara tersebut. Beberapa unjuk rasa damai menjadi unjuk rasa yang chaos dan menjalar ke beberapa kota besar di negara itu. Protes-protes tersebut dilatarbelakangi oleh alasan yang bervariasi, mulai dari biaya kuliah yang meningkat hebat sampai pada langkah-langkah penghematan yang dilakukan oleh negara demi menghadapi krisis ekonomi Yunani.
Beberapa analis mengatakan bahwa kerusuhan itu terjadi karena dampak dari kesulitan ekonomi terutama di kalangan kaum/rakyat kecil. Penghematan yang dilakukan guna mengurangi hutang pemerintah Inggris mulai dirasakan dampaknya oleh rakyat kecil di negara besar itu, misalnya pengangguran yang semakin meningkat dan pengurangan pelayanan publik. Kegagalan system dan ideology besar ini ternyata menimbulkan sebuah frustasi social yang sangat buruk dan riskan.
Selain Inggris, negara besar lainnya yang juga “menikmati” kegagalan system kapitalisme adalah Amerika. Negara adidaya ini ternyata juga sedang mengalami krisis utang yang tidak kalah akutnya oleh Inggris. Setelah melewati pertimbangan yang tentunya tidak sederhana, akhirnya Amerika meningkatkan utang sambil mengurangi defisit paling tidak sepuluh tahun mendatang.
Masalah Amerika Serikat adalah lebih besarnya pasak dari tiang penyangganya. Hal ini dapat terlihat pada perbandingan rasio utang dan PDB-nya tersisa 1,5%. Utang Amerika Serikat nyaris sebanding dengan PDB, hanya terdapat selisih 0,5 triliun dolar AS. Tentunya nilai tersebut bukanlah nilai yang cukup jika harus dihadapkan dengan pengeluaran-pengeluaran dan belanja rutin serta program pembangunan nasional yang sangat membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya.
Untuk menutupi utang-utang tersebut salah satu langkah yang harus dilakukan oleh negara tersebut adalah dengan meningkatkan indeks produksi di sector rill, namun seperti yang kita ketahui bersama bahwa yang menguasai barang manufaktur adalah China dan bangsa Asia Timur sedang bangsa Eropa hanya unggul di sector non rill seperti penjualan saham-saham yang sedikit pun tidak menyentuh sector rill.
Hingga langkah nekad yang harus diambil oleh negara ini adalah dengan mencetak uang dolar sebanyak mungkin. Karena biaya dalam mencetak uang ini tidak terlalu besar yang dikarenakan jauh dari unsur yang berbasis  emas (nilai intrinsic) maka jalan ini dapat ditempuh oleh Amerika Serikat.
Tidak hanya sampai di situ, mencetak uang dolar yang tidak berbasis emas bukanlah happy ending untuk masalah ini. Karena banyaknya dolar yang beredar maka akan terjadi depresiasi mata uang dolar AS terhadap mata uang lainnya. Setelah terjadinya hal demikian maka tidak hanya Amerika Serikat saja yang akan merasakan dampaknya tapi seluruh negara yang menyimpan dolar sebagai investasi.
Dengan keadaan demikian maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kehancuran negara-negara penganut system kapitalisme akan terpuruk dalam bidang ekonomi dan akan menyusul bidang-bidang lainnya karena tentu saja bidang/aspek lain tidak akan berjalan lancar jika keadaan ekonomi nasional dalam keadaan tidak stabil. Bidang pendidikan misalnya, pemerintah akan mengalamim kesulitan untuk mengatur dan membiayai pendidikan jika negara yang bersangkutan dalam keadaan kekurangan financial, demikian juga adanya dengan bidang-bidang lain.
Unsur-unsur spekulatif (ribawi) yang menjiwai system kapitalis adalah akar persoalan perekonomian di negara mana pun. Dengan cara apapun jika sector financial masih tetap berbasis ribawi (termasuk bunga), perusahaan-perusahaan (perseroan misalnya) masih tergantung pada saham yang diperdagangkan secara spekulatif, dan mata uang yang tidak berbasis emas bahkan nilai nominal sangat jauh lebih berharga dibanding nilai instrinsiknya (uang kertas) yang sangat mudah menciptakan inflasi maka perekonomian tidak akan stabil termasuk negara adidaya sekalipun.
Dengan melihat kenyataan ini, ada baiknya bersama kita mengajarkan “kalimat syahadat” atau menghadiahkan “empat kali takbir” kepada system kapitalisme karena system ini sadar atau tidak sedang dalam keadaan sekarat (sakratul maut) setelah hilang kesaktiannya karena jurus-jurus pamungkasnya (bunga dan system uang kertas) telah gugur secara alami oleh keadaan yang sangat dinamis. Redupnya system ini bukan hanya karena kritikan dari ahli-ahli ekonomi tapi juga karena kritikan keadaan (seleksi alam) dan  ketidak-mampuannya membuktikan keunggulan konsep ribawinya.
Wallahul A’lam Bisshawab !

Catatan:

Sebagian data disarikan dari majalah dan bahan bacaan yang relevan.

0 komentar:

Posting Komentar