Rabu, 10 Februari 2016

Sebuah Catatan Di Waktu Dhuha (Sebuah Catatan Usang yang Tertinggal)

19.49 Posted by Unknown No comments
Assalamu'Alaikum sahabat..
Tadi ane dapat beberapa lembar kertas, isinya curhat, hehehehe :)
Bukan deng, tidak tau apa, tapi kayak boleh-lah untuk diposting..
Berikut yah coret-coret isi kertas itu..
___________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________

Sebuah Catatan Di Waktu Dhuha
(Sebuah Catatan Usang yang Tertinggal)
Gorontalo, Jum’at 22 November 2013


Bismillahirrahmanirrahim

Yazid Syarief (Santri Gaul)
Bacalah dengan menyebut nama Tuhan-mu, karena Dia-lah yang memberi segala yang kau punya. Dia-lah yang memberi dua bola mata yang kita gunakan untuk melihat rangkaian huruf yang entah bagaimana menjadi sebuah simbol bunyi; Dia-lah yang memberi sepasang bibir indah yang bekerja sama lebih indah dari bentuknya, Dia-lah yang memberi hidung yang entah bagamana pula menjadi penyeimbang dua alat penglihatan hingga keduanya tak lagi saling berebut daerah kekuasaan, dan selain itu bentuk dan posisinya sungguh luar biasa penuh dengan prediksi akan masa depan dan segala kemungkinan yang sangat mustahil dilakukan oleh selain Dia. Sungguh ku akui bahwa diri ini akan sangat kerepotan jika seandainya tugas sekarang (Lima rukun islam-red) diganti dengan membahas dan menghitung nikmat yang diberikan-Nya meski HANYA pada bagian wajah, SUNGGUH jiwa dan raga yang kecil ini akan serentak mengangkat tangan. Olehnya, pada-Nya yang telah memberi segala yang ku punya, ku mohon ampunan dan terima kasih yang begitu dalam karena telah menjadikan diri yang kecil ini sebagai pilihan dari berjuta kandidat atau mungkin lebih.

Pada utusan-Nya, ku kirimkan shalawat dan salam rindu yang terbingkis cinta yang begitu dalam meski tak sedalam cintanya pada umatnya. Yaa Nabi, salam ‘alaik; ku rindu dirimu, ku rindu untuk menatapmu. Engkaulah satu-satunya yang ku rindu tanpa pernah ku melihat wajahmu.

Habiballah, meski ku tak seindah harapanmu, sangat ku harapkan pengakuanmu atas diriku, sangat ku harapkan pembelaan dan syafa’atmu pada ummatmu yang bandel ini. Jangan kau ingkari diri ini yaa Rasulallah.

Sahabat,
Begitu indah saat kita berduaan dengan sang kekasih, mengaduh tentang sulitnya kehidupan, antusias menceritakan pengalaman yang telah dilalui, yang meski sulit dan berat namun sampai sekarang kita tetap berdiri dengan gagah; kita masih mampu melaluinya dengan score kemenangan meski harus berlelah-letih. Meski tanpa banyak respon, senyumnya menjadikan kita tenang dan menghelah nafas kebanggan dan sedikit memberi pompa semangat untuk menantang kehidupan yang lebih bermakna lagi, meski itu berarti lebih berat. Andai sempat saat itu kita berkaca melihat binar dan cahaya dalam bola mata kita maka itulah salah satu keindahan yang tak dapat dibeli dengan apapun yang sifatnya materil.

Keindahan saat bersama sang terkasih dalam hal ini bisa dengan siapapun. Taruh-lah dengan sang ibu, ayah, pasangan, saudara, atau mungkin sahabat yang telah lama bersama dalam mengarungi kehidupan ini. Namun bagaimana pun bentuk dan cara kita menjaganya, keindahan itu hanyalah sementara, karena suatu saat masa akan merenggut mereka dari pelukan kita atau sebaliknya, kitalah yang akan meninggalkan mereka.

Sahabat,
Salah satu hal yang mendasar, yang ku rasa perlu kita renungi adalah titik tujuan dari semua aktivitas kita. Untuk apa kita bekerja? Apakah untuk uang yang banyak? untuk mobil dan rumah mewah? setelah itu apa yang akan terjadi? apakah dengan pekerjaan yang gajinya tinggi, mobil dan rumah mewah akan menjamin membawa kita pada sebuah kepuasan hidup?

Sebagian besar dari orang yang telah mendapatkan itu malah menjawab dengan begitu pasti dan yakin bahwa semua itu sangat tidak menjamin kepuasan yang biasanya diwakili dengan kata ‘kebahagiaan’.

Sebuah kata ternyata membawa kita pada sebuah kesimpulan mendasar akan tujuan dari semua aktivitas yang kita lakukan termasuk rutinitas yang kita tekuni hingga berpuluh-puluh tahun.

BAHAGIA . . .
Untuk mencapai sebuah ke-BAHAGIA-an kita mungkin akan sependapat bahwa kita harus sudah terlebih dulu mengetahui apa dan bagaimana formulasi dari kebahagiaan.

Bagiku sendiri, kebahagiaan yang paling sederhana adalah mensyukuri nikmat dan bersabar atas segala ujian dari Tuhan. Namun tentunya kita tidak melepaskan konsep ikhtiar, karena Tuhan pun memberikan keleluasaan untuk kita berusaha hingga akhirnya Tuhan menjadikan ikhtiar itu sebagai tolok ukur dalam memberikan nikmat (hasil).

Secara matematis, formula kebahagiaan itu ingin ku gambarkan dalam rumus berikut:
Keterangan :
            B : Kebahagiaan
            I : Ikhtiar
            Sy : Syukur atas nikmat Tuhan
            Sb : Sabar atas ujian Tuhan

Memang sangat sederhana, bahkan akan ada beberapa dari kita merasa konsep ini tidak mewakili kebahagiaan manusia secara umum, namun demikian kembali lagi pada bagaimana kita menyikapi dan mengartikan kebahagiaan.

Akhirnya, pada-Nya-lah kita memohon segala hal yang kita butuhkan.

Allahumma inna dhuha’a; dhuha’uKa..
Wal baha’a; baha’uKa..
Wal jamala; jamaluKa..
Wal quwwata; quwwatuKa..
Wal qudrata; qudratuKa..
Wal ishmata; ishmatuKa..
Allahumma inkana ridzkii fissamaa’i; fa-andzilhu..
Wainkana fil ardi; fa-akhrij’hu..
Wainkana mu’assaran; fayassirhu..
Wainkana haraman; fathahhirhu..
Wainkana ba’idan; faqarribhu..
Bihaqqi dhuha’iKa, wabaha’iKa, wajamaliKa, waquwwatiKa, waqudratiKa..
Aatinii maa-ataita ‘ibadiKash-shaalihiin..


Salam dhuha penuh berkah..

0 komentar:

Posting Komentar