KETIKA IDEALISME TERJUAL TANPA HARGA
Bismillahirrohmanirrohim…
“Ketahuilah para pembaca sekalian, bahwa aku dan Allah
sangat mencintaimu !
Semoga cinta-ku dan cinta-Nya kau teruskan pada generasi
berikutnya !”
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu !!
“…tidakkah
kau sadari bahwa tanpa menjualnya pun idealismemu akan terjual begitu murah,
bahkan tanpa harga ?
Dan
hal inilah yang akan terbukti, sebagian memusnahkan keseluruhan…”

Bukan tanpa sebab
fenomena ini kerap kita temukan di berbagai komunitas aktivis mahasiswa sebagai actor yang jika kita lihat perjalanan
bangsa ini tidak akan lepas dari campur tangan mereka, meski sebenarnya tidak
semua dari mereka ber-riyah dengan
kebanggan atas pujian-pujian dari simpatisan mereka.
Hal ini (ke-riyah-an) bisa saja dilatarbelakangi
oleh politik masa depan yang mereka (sekali lagi hanya actor/oknum tertentu)
gencarkan sehingga mereka seakan menjadi ancaman bagi pemerintahan tertentu
atau bahkan akan menjadi penilaian khusus bagi para calon pemimpin di zamannya
sehingga saat “pensiun” dari teriakan dan idealisme-nya akan dengan muda ia
mendapatkan posisi yang sebagian orang begitu sulit diraih.
Penyelewengan
terhadap nilai-nilai dasar pergerakan tentu saja membuahkan dampak yang cukup
negative terhadap penilaian masyarkat kepada aktivis mahasiswa secara umum.
Yang ditakutkan apabila penilaian tersebut mencapai titik klimaks yakni saat
masyarakat mengalami krisis kepercayaan tidak hanya kepada pemerintah sebagai
regulator dan penentu kebijakan tapi juga kepada kaum murni/mahasiswa sebagai agent of social control dalam kehidupan
bermasyarakat.
Jika masyarakat
telah masuk dalam keadaan ini maka pesimistis
dan keputus-asaan juga akan melanda masyarakat yang akan menimbulkan sifat
apatis terhadap keadaan karena dua actor yang mereka andalkan telah menyimpang
dan mereka akan berlari sendiri ibarat anak ayam yang ditinggalkan induknya dan
kehilangan komunitas yang seharusnya menjadi figure kebanggan dalam menentukan
arah dan tujuan kahidupan.
Bukan masalah siapa
yang melakukan hal itu, tapi lebih pada masalah mengapa hal itu terjadi. Karena
dalam nilai dasar perjuangan pun telah terdefinisi dengan jelas nawaitu perjuangan ini, tidak lain
karena alasan realisasi (pengabdian) terhadap hubungan dengan Sang Pencipta,
implementasi (pembelaan/keberpihakan) terhadap hubungan dengan masyarakt dan
keserasian (kepedulian) atas hubungan dengan alam sebagai objek eksploitasi
manusia yang terkadang tanpa pertimbangan.
Alasan pertama (Hablum Minallah) secara jelas
mengisyaratkan bahwa manusia harus mampu memperlihatkan efek dari kesempurnaan
atas kejadian (Ahsanittaqwim)
sehingga manusia harus mampu
memanfaatkan totalitas kesemprnaan tersebut baik kesempurnaan bentuk, pikiran,
kesadaran moral.
Alasan
kedua (Hablum Minannas) ini adalah
turunan dari alasan pertama bahwa manusia memiliki kesadaran moral sehingga
selain mampu berpikir dan membedakan antara yang haq dengan yang bathil maka
secara moral dan moril manusia memiliki kepedulian dan tnggung jawab terhadap
sesamanya.
Alasan
ketiga (Hablum minal ’Alam) adalah
manifestasi dari dua alasan sebelumnya. Selain itu manusia secara kodrati telah
diberikan amanah untuk menjadi khalifah fil ardi yang tentu saja dengan amanah
berat itu manusia harus mampu bertindak secara agresif terhadap
persoalan-persoalan yang tidak sesuai dengan petunjuk-Nya.
Tiga
hal inilah yang menjadi ruh dari
perjuangan-perjuangan mahasiswa pada umumnya yang meski tidak jarang yang
menggunakannya untuk sekedar menggadaikan kekuatan besar ”idealisme” sebagai
konsumsi pribadi.
Yang bersalah tetaplah salah, dan mengutuk pun
tak akan menjadikan mereka benar, pun tak akan menjadikan kita mulia karena
kesalahan telah terjadi di masa lampau. Namun jalan dan pintu perbaikan tetap
memilik stock yang berlimpah. Hanya
dengan saling mengingatkan dan berdoa akan sedikit mampu menghapus dosa-dosa riyah itu (dan mungkin juga ”ini”).
Wallahul ’Alam
Bisshawab_
Wallahul Muafieq
Illa Aqwamieth Tharieq !
0 komentar:
Posting Komentar